banner 728x250
BUDAYA  

Sepenggal Kisah Berdirinya Kampung Adat Kranggan

H. Anim Imamuddin, SE, MM tokoh adat Kranggan
banner 120x600
banner 468x60

Bekasi, detikviral.com – Kampung Kranggan menjadi salah satu daerah istimewa di Kota Bekasi yang masih tertanam adat istiadat dan budaya dengan baik, kendati jaman telah modern.

Seiring berjalannya waktu, dari tahun ke tahun, kampung Kranggan mengalami perkembangan yang cukup pesat terutama dalam pembangunan infrastruktur. Sekarang ini nyaris sudah tidak ditemukan lagi jalan tanah yang becek kala turun hujan.

banner 325x300

Perkembangan lainnya di kampung Kranggan tentu pada sektor kependudukan yang semakin padat penghuni dengan bangunan rumah modern.

Kranggan sekarang tidak lagi seperti Kranggan yang dulu, dimana rumah-rumah panggung berbilik bambu berdiri berjauhan dengan hamparan kebun dan pekarangan yang luas tanpa batas.

Pantas saja jika nama Kranggan memiliki makna ‘pekarangan juragan’ karena memang dahulu penduduk kampung ini memiliki pekarangan rumah yang sangat luas.

Pada sekitar tahun 1980, kampung Kranggan masih terlihat sangat asri dengan hamparan sawah yang hijau dan ladang yang subur.

Penduduk asli Kranggan kala itu memiliki sumber penghasilan dari hasil ternak sapi, kerbau, kambing dan unggas. Ditambah lagi hasil sawah, kebun rambutan, durian, dukuh, nangka, jengkol, kopi, kencur, jahe, lengkuas dan sereh yang berlimpah saat panen.

Selain hamparan sawah dan ladang yang luas, dahulu di kampung ini juga terdapat perkebunan karet yang berdiri berjejer dengan semilir angin yang menerpa dedaunan hingga menambah kesejukan kampung Kranggan.

Kekayaan alam Kranggan saat itu, dihiasi dengan hadirnya serangga tonggeret yang setiap pergantian waktu pagi dan sore selalu bernyanyi riang memecah keheningan kampung.

Lalu bagaimana dengan riwayat berdirinya kampung Kranggan sehingga terkenal seantero negeri?.

Redaksi detikviral.com mencoba menggali informasi lebih dalam bersama salah satu tokoh masyarakat setempat yakni, H. Anim Imamuddin yang tak lain adalah putra Olot Lami (Almarhum) sesepuh kampung adat Kranggan Lembur.

Menurut Anim Imamuddin, nama Kranggan itu sendiri lahir dari kata ‘karang’ yang artinya tempat, sedangkan ‘gan’ adalah juragan, jadi Kranggan itu adalah ‘tempat juragan’.

Kampung Kanggan, terang Anim, sejak dahulu tidak terlepas dari sejarah Sultan Agung Mataram saat menyerang VOC ke Batavia pada abad ke-16 tepatnya tahun 1628 dan 1629 Masehi.

Pasukan Sultan Agung menjadikan Kranggan sebagai titik kumpul untuk mengatur strategi perang dengan membuat skala kemiringan sekian derajat untuk menyerang ke Batavia.

Sampai sekarang tempat yang pernah disinggahi pasukan Kesultanan Mataram itu disebut dengan nama Kalamiring atau Pasarean Kalamiring yang setiap tahun oleh penduduk asli Kranggan diadakan upacara sedekah bumi.

Namun demikian, lanjut Anim, ada juga versi yang mengatakan dahulu Bapak Kolot kami naik kuda selanya miring dilokasi bekas berkumpulnya pasukan Sultan Agung itu sehingga dinamakan Selamiring.

“Tapi kalau saya lebih kepada bagaimana cerita ini harus dikaitkan dengan sejarah jaman dulu sehingga disini disebut Kranggan, krang atau karang itu tempat gan itu juragan,” kata Anim kepada detikviral.com baru-baru ini dikediamannya.

Menurut Anim, dulu disini menjadi salah satu tempat logistik Sultan Agung saat akan melancarkan penyerangan ke Batavia. Karena kalah dalam peperangan kemudian gudang-gudang logistik yang ada disepanjang Pantura termasuk yang ada di Kranggan dibakar oleh VOC.

“Setelah kejadian itu, para Senopati dan sisa dari prajurit Sultan Agung tidak pulang ke Mataram. Mereka mengasingkan diri dan menetap disini hingga akhir hayatnya, diantaranya bernama Pangeran Rengga makamnya ada di sebelah lor. Tepatnya dibelakang kantor kelurahan Jatirangga,” ungkapnya.

Adapun yang mendirikan kampung Kranggan, lanjut Anim, adalah leluhur kami bernama Mbah Kolot Rapidin yang makamnya ada di girang Gunung Putri Bogor yang sekarang dikenal dengan makam panjang. Maka dikalangan keluarga kami ada istilah Kranggan tua dan Kranggan muda.

“Kranggan tua adanya di Gunung Putri Bogor dan Kranggan muda disini. Maka setiap tahun, tujuh hari setelah lebaran Idul Fitri kami datang ziarah kesana,” imbuhnya.

Kemudian, lanjut dia, keturunan pertama dari Mbah Kolot Rapidin yakni Bapak Kolot Ipin leluhur kami hijrah kesini (Kranggan-red).

“Nah Bapak Kolot Ipin inilah yang pertama kali tinggal disini dan menciptakan nama Kranggan Lembur,” ungkap Anim seraya menyebutkan silsilah para leluhurnya hingga generasi ke-9.

Pada saat pertama kali Bapak Kolot Ipin datang ke Kranggan, lanjut Anim, kawasan ini sudah ada Pangeran Rengga bersama pasukan dari Kesultanan Mataram.

“Bapak Kolot Ipin datang kesini hanya berdua dengan ibunya tidak membawa pasukan. Nah, pada saat itu pasukan Mataram yang merasa sudah lebih dulu mendiami kampung ini merasa gak terima dengan kehadiran Bapak Kolot Ipin. Karena merasa punya pasukan kemudian Senopati Rengga menyerang kesini ketempat kediaman Bapak Kolot Ipin,” bebernya.

Bapak Kolot Ipin, terang dia, selaku keturunan pertama dari Mbah Kolot Rapidin yang pertama kali menciptakan kampung Kranggan ini orangnya sangat welas asih, tidak gemar berperang kendati memiliki kesaktian.

Maka pada saat Senopati Mataram beserta pasukannya itu menyerang ke Kranggan Lembur ini. Kemudian Bapak Kolot Ipin dengan kesaktiannya menyirep kawasan ini penuh dengan hidangan makanan istimewa. Sehingga membuat Senopati dan pasukannya lupa diri lantas menyantap semua hidangan itu.

“Selesai menyantap semua hidangan lalu pasukan Mataram itu berpamitan pulang ke Bapak Kolot Ipin sambil bersalaman. Mereka lupa padahal tujuan datang ke Kranggan Lembur ini untuk menyerang Bapak Kolot Ipin,” ungkap Anim seraya tertawa.

Setelah pulang dan tiba dikediamannya barulah mereka sadar penuh keheranan dengan kejadian yang baru saja dialaminya, niat menyerang Bapak Kolot Ipin malah berubah jadi acara makan bersama.

Tidak sampai disitu, lanjut Anim, pada hari berikutnya pasukan Mataram bersama Senopatinya itu kembali menyerbu Bapak Kolot Ipin.

Namun, lagi-lagi mereka terkecoh yang dalam penglihatannya ada lautan kemudian mereka berenang menyeberangi lautan itu.

“Padahal sebenarnya mereka berenang dan merangkak itu diatas rumput sebuah kebun bukan lautan seperti yang dilihat. Itulah salah satu kesaktian ilmu welas asih Bapak Kolot Ipin yang tidak pernah membalas perlakuan buruk lawannya dengan kekerasan fisik,” ungkapnya seraya mengutip cerita turun temurun dari orangtuanya.

Lebih jauh Anim menceritakan bahwa kemudian Bapak Kolot Ipin mengajak musyawarah Pangeran Rengga untuk menyudahi perselisihan, dan tawaran itupun diterima oleh senopati Mataram itu. Kala itu Bapak Kolot Ipin mengeluarkan sebuah tongkat lalu ditancapkan ke tanah.

“Bapak Kolot Ipin berkata kepada Pangeran Rengga, saya punya tongkat jika tongkat ini bisa kalian cabut berarti saya yang kalah, dan saya akan mengikuti semua aturan kalian termasuk setiap bulan maulud dan lebaran saya yang akan mengunjungi kalian, tapi jika sebaliknya tongkat ini tidak bisa kalian cabut dan saya yang menang maka kalianlah yang datang kesini baik itu bulan maulud maupun lebaran, kita kumpul disini, semua kegiatan dipusatkan disini,” kata Anim mengutip cerita dari orangtuanya dulu.

Kemudian perundingan damai antara Bapak Kolot Ipin dengan Pangeran Rengga disepakati.

“Pangeran Rengga mendapat giliran pertama untuk mencabut tongkat itu. Dengan berbagai macam kesaktiannya hingga tangannya berdarah-darah, dia gak mampu mencabutnya. Tiba giliran Bapak Kolot Ipin dengan mudah mencabut tongkat itu,” terang Anim.

Akhirnya dengan sikap ksatria Pangeran Rengga mengaku kalah dan bersedia mengikuti semua aturan yang ditetapkan Bapak Kolot Ipin baik itu soal adat istiadat, budaya maupun soal keyakinan beragama yang intinya saat itu adalah menjaga perdamaian untuk kerukunan bersama.

Maka, lanjut dia, setiap lebaran Idul Fitri dan perayaan maulud yang digelar 4 hari 4 malam ataupun kegiatan lainnya semua anak, cucu keturunan yang dari kidul, kaler, kulon datang kesini, termasuk yang ada diluar Kranggan semua berkumpul sungkeman disini di Kranggan Lembur.* (btr)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *